Rabu, 25 Mei 2011

Konsep dalam Arsitektur

Konsep adalah gagasan yang memadukan berbagai unsur ke dalam suatu kesatuan. Dalam arsitektur, suatu konsep mengemukakan suatu cara khusus bahwa syarat-syarat suatu rencana, konteks, dan keyakinan dapat digabungkan bersama. Suatu konsep harus mengandung kelayakan, ia menunjang maksud-maksud dan cita-cita pokok suatu proyek dan memperhatikan karakteristik-karakteristik dan keterbatasan-keterbatasan yang khas dari setiap proyek.
Gagasan arsitektur adalah konsep yang telah disederhanakan menjadi soal arsitektonis formal seperti siang hari, ruang, urutan ruang, integrasi struktur dan bentuk, dan penapakan (siting) dalam bentuk alam.
Suatu tema adalah suatu pola atau gagasan spesifik yang berulang di seluruh rancangan suatu proyek.
Gagasan superorganisasi mengacu kepada konfigurasi geometris umum atau hirarki yang harus diperhatikan oleh bagian-bagian suatu proyek. Suatu gagasan superorganisasi memungkinkan variasi pola di antara bagian-bagian, hanya selama mereka memperkuat pola keseluruhan. Tujuan gagasan superorganisasi adalah untuk memberi cukup struktur bagi pola sedemikian rupa sehingga masing-masing bagian dapat dikembangkan dengan keistimewaan-keistimewaannya sendiri dan masih menunjang keseluruhannya.
Parti (skema) dan esquisse (sketsa) adalah produk menurut konsep dan grafik dari suatu metode pengajaran khusus, metode ini menghendaki agar dapat mengembangkan kecakapan konseptual sampai suatu tingkat yang tinggi.
Terjemahan harafiah adalah tujuan guna mengembangkan suatu konsep dan diagram yang dapat menjadi rencana yang disederhanakan untuk proyek yang bersangkutan.
Menurut Barnes: “Sebuah bangunan harus memiliki gagasan kuat yang lebih bersifat arsitektur daripada seni patung atau seni lukis- gagasan yang berhubungan dengan kegiatan dalam bangunan… Bila seorang arsitek bertanya pada arsitek lain: ‘Jenis bangunan apa yang sedang Anda buat?’ orang harus segera dapat menarik abstraks, atau diagram, dari gagasan arsiteknya.
KONSEP DAN RANCANGAN ARSITEKTUR
Perumusan konsep bukanlah merupakan suatu kegiatan yang otomatis. Ia memerlukan upaya yang terpusat untuk membuat suatu konsep yang secara layak memadukan hal-hal yang tidak dipersatukan sebelumnya. Perumusan konsep adalah suatu kegiatan yang tidak biasa bagi kebanyakan orang, dan para mahasiswa arsitektur mengalami banyak kesulitan untuk menguasainya seperti juga dalam aspek-aspek perancangan yang lain. Tiga masalah merintangi pengembangan keahlian dalam membuat konsep. Rintangan itu meliputi tentang masalah komunikasi, kekurangan pengalaman, dan pembangkitan hirarki.
Masalah komunikasi yang paling sulit bukanlah menjelaskan konsep kita kepada orang lain, melainkan dalam menjelaskan gagasan kita kepada diri sendiri. Masalah lain yang mempengaruhi perumusan konsep adalah komunikasi grafis. Ironisnya, banyak mahasiswa yang ragu-ragu membuat sketsa sebagai bagian dari proses mereka dalam mengembangkan konsep.
Masalah yang kedua, merupakan perluasan dari masalah yang pertama. Karena banyak bangunan yang dibuat tanpa menggunakan konsep, dan hampir semua kritikus dan banyak arsitek menghindarkan menulis tentang ini, relatif mudahlah bagi seorang peracang yang baru mulai untuk menjadi tidak berhasrat pada konsep-konsep dan tidak memahami peranan yang mereka mainkan dalam perancangan bangunan.
Masalah ketiga, dapat disederhanakan sebagai masalah mengidentifikasi hirarki-hirarki yang tepat. Arsitek harus sanggup membuat penilaian yang membedakan. Pemahaman akan hubungan-hubungan antara gagasan, wawasan, dan konsep dapat membantu memecahkan ketiga masalah tersebut.
Gagasan adalah pemikiran nyata yang spesifik yang kita miliki sebagai hasil pemahaman, pengertian, atau pengamatan. Bangunan dan rancangan bangunan terdiri dari banyak keputusan kecil, dan keahlian harus dikembangkan dalam menimbulkan gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang tanggap terhadap berbagai keragaman persoalan yang muncul.
Wawasan adalah gagasan yang dianggap tidak penting, namun selalu masih terdapat kemungkinan bahwa ada suatu dasar kebenaran yang penting yang tersembunyi bahkan dalam setiap ucapan yang fasih. Dalam arsitektur, suatu konsep yang tepat untuk suatu proyek mungkin terus-menerus menolak artikulasi, dan mungkin perlu untuk menciptakan wawasan sebagai suatu langkah dalam merumuskan suatu konsep yang tepak, baik sebagai suatu teknik kunci dan siasat tekan harga jual rumah maupun sebagai akibat mutlak dari kekurangan pengalaman dalam perancangan dan perumusan konsep.
Konsep serupa dengan gagasan, dalam arti keduanya merupakan pemikiran spesifik yang kita miliki sebagai hasil dari suatu pemahaman. Dalam arsitektur, suatu konsep mengidentifikasi bagaimana berbagai aspek persyaratan untuk suatu bangunan dapat dipersatukan dalam suatu pemikiran spesifik yang langsung mempengaruhi rancangan dan konfigurasinya.
Skenario konseptual meluaskan pernyataan konsep, dapat digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana semua gagasan dan persoalan penting yang dapat ditinggalkan dalam suatu pernyataan konsep yang lebih singkat dapat dipersatukan dalam satu pernyataan cerita yang panjang. Sekalipun bagian-bagian tiap skenario mungkin telah jelas ditetapkan dari sejak awal, skenario menggunakan pengertian-pengertian yang diperoleh selama proses perancangan untuk mempertalikannya bersama.
HIRARKI KONSEP
Suatu pemahaman tenatang hubungan hirarkis antara wawasan, gagasan, konsep, dan skenario konseptual menjadi landasan untuk mengembangkan suatu proses guna melahirkan konsep-konsep yang tepat untuk bangunan.
Dalam tahap-tahap awal suatu proyek, gagasan mempunyai kesempatan yang baik untuk dapat dipahami, terutama bila pikiran terbuka bagi pemikiran pembaharuan, tidak biasa, dan imajinatif, yang mungkin membantu memecahkan perancangan yang unik atau sulit dan persyaratan yang bersifat perencanaan. Sehingga kemiripan, kemungkinan interaksi, dan pengelompokan gagasan menjadi nyata. Pengamatan-pengamatan ini menciptakan dasar yang memberikan argumen terus-menerus untuk melakukan segala sesuatu.
LIMA JENIS KONSEP
1. Analogi (memperhatikan hal-hal lain)
Analogi adalah sarana yang paling sering digunakan untuk merumuskan konsep. Analogi mengidentifikasi hubungan harafiah yang mungkin di antara benda-benda. Sebuah benda diidentifikasi dan mempunyai semua sifat khas yang diinginkan, dan dengan demikian ia menjadi model untuk proyek yang ada.
2. Metafora (memperhatikan abtraksi-abtraksi)
Metafora, mengidentifikasi hubungan di antara benda-benda. Tetapi hubungan-hubungan ini lebih bersifat abstark dibanding nyata. Perumpamaan adalah metafora yang menggunakan kata-kata “seperti” atau “bagaikan” untuk mengungkapan suatu hubungan. Metafora dan perumpamaan mengidentifikasi pola hubungan sejajar sedangkan analogi mengidentifikasi hubungan harafiah yang mungkin.
3. Hakikat (memperhatikan di luar kebutuhan-kebutuhan program)
Hakikat menyaring dan memusatkan aspek-aspek persoalan yang lebih rumit menjadi keterangan-keterangan gamblang yang ringkas. Hakikat mengandung pengertian-pengertian ke dalam aspek yang paling penting dan intrinsik dari benda yang dianalisis. Suatu pernyataan tentang hakikat sesuatu juga dapat merupakan hasil penemuan dan identifikasi akar-akar suatu pokok persoalan.
4. Konsep programatik (memperhatikan syarat-syarat yang dinyatakan)
Tidak semua konsep menangkap hakikat suatu proyek, tidak pula semua konsep melambangkan fungsi semua kegiatan dalam suatu bangunan. Konsep dapat dikembangkan sekitar persoalan-persoalan yang lebih pragmatis yang sering dengan gamblang diidentifikasi dalam program bangunan.
5. Cita-cita (memperhatikan nilai-nilai umum)
Bila arsitek tidak memiliki cita-cita untuk acuan dan menggunakannya dalam konseptualisasi dan mengembangkan rancangan-rancangan mereka, tugas mereka akan lebih sulit.
Wawasan, gagasan, konsep, dan skenario merupakan suatu rangkaian kesatuan kontinum yang dapat menjadi dasar penting bagi arsitektur. Pencaharian akan konsep yang tepat dan penerapannya dapat membantu menciptakan arsitektur yang baik.

Selasa, 24 Mei 2011

Pengertian, Kaidah, dan Konsep Arsitektur Berkelanjutan

Pembangunan yang berkelanjutan sangat penting untuk diaplikasikan di era modern ini. Maksud dari pembangunan yang berkelanjutan adalah:
1. Environmental Sustainability:
a. Ecosystem integrity
b. Carrying capacity
c. Biodiversity
Yaitu pembangunan yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama karena memungkinkan terjadinya keterpaduan antarekosistem, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti iklim planet, keberagaman hayati, dan perindustrian. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.
2. Social Sustainability:
a. Cultural identity
b. Empowerment
c. Accessibility
d. Stability
e. Equity
Yaitu pembangunan yang minimal mampu mempertahankan karakter dari keadaan sosial setempat. Namun, akan lebih baik lagi apabila pembangunan tersebut justru meningkatkan kualitas sosial yang telah ada. Setiap orang yang terlibat dalam pembangunan tersebut, baik sebagai subjek maupun objek, haruslah mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini diperlukan agar tercipta suatu stabilitas sosial sehingga terbentuk budaya yang kondusif.
3. Economical Sustainability:
a. Growth
b. Development
c. Productivity
d. Trickle-down
Yaitu pembangunan yang relative rendah biaya inisiasi dan operasinya. Selain itu, dari segi ekonmomi bisa mendatangkan profit juga, selain menghadirkan benefit seperti yang telah disebutkan pada aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Pembangunan ini memiliki ciri produktif secara kuantitas dan kualitasnya, serta memberikan peluang kerja dan keuntungan lainnya untuk individu kelas menengah dan bawah.
Pengertian Arsitektur yang berkelanjutan, seperti dikutip dari buku James Steele Suistainable Architecture, adalah ”Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait.”
Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial.
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.

Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.
Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang.
Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan, kenyamanan, estetika dan nilai tambah.
Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan komitmen internasional.
Penerapan arsitektur berkelanjutan diantaranya:
1. Dalam efisiensi penggunaan energi:
a. Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
b. Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air conditioner).
c. Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
d. Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah air hujan untuk keperluan domestik.
e. Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.
2. Dalam efisiensi penggunaan lahan:
a. Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
b. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding ,dan sebagainya.
c. Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
d. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.
e. Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan? Dimana letak lahan (dikota atau didesa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan?
3. Dalam efisiensi penggunaan material :
a. Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
b. Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
c. Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material seperti kayu.
4. Dalam penggunaan teknologi dan material baru :
a. Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
b. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.
5. Dalam manajemen limbah :
a. Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
b. Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.
Mungkin jika saya mencoba merangkum penerapan arsitektur berkelanjutan di atas. Maka, akan terbagi kepada tiga hal:
1. Energy issues -> efficiency, renewable.
Energi sangat perlu diberi perhatian khusus oleh Arsitek, terutama energy listrik, karena listrik sangat berkaitan dengan bidang Arsitektur.
Banyak bangunan di Indonesia yang masih harus menyalakan lampu ketika digunakan pada siang hari. Tentu hal tersebut sangat aneh, mengingat Indonesia memiliki sinar matahari yang berlimpah. Matahari selalu bersinar sepanjang tahun di langit Indonesia yang hanya mengenal dua musim tersebut.
Salah satu penyebab keanehan tersebut adalah desain yang kurang memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan. Mungkin salah satu solusi yang bisa diberi adalah perbanyak bukaan pada fasad, perkecil tebal bangunan, atau buat atrium yang menggunakan skylight.
2. Water conservation -> reduce, recycle
Perlu adanya kesadaran bahwa kita haruslah menlakukan penghematan terhadap air bersih. Karena untuk saat ini, air bersih mulai mengalami kelangkaan. Bahkan di suatu tempat, untuk mendapatkan air bersih harus mengantri, kemudian membeli dan menggotongnya ke rumah. (tidak melalui pipa)
Misalnya untuk hal-hal/kegiatan yang tidak begitu memerlukan air bersih, seperti menyiram kotoran setelah buang air besar. Padahal kita bisa memanfaatkan air hujan untuk hal tersebut, apalagi di Indonesia terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga penghematan air bersih sangat feasible untuk dilakukan.
Cara penghematan:
a. Gunakan air hujan tersebut (tampung) hingga tak ada lagi yang terbuang begitu saja.
b. Bila ada sisa, resapkan air hujan ke dalam tanah. Selama ini, air hujan selalu langsung dialirkan ke selokan yang berakhir di laut. Hal ini tidak memberikan kesempatan pada air hujan untuk meresap ke dalam tanah karena semua selokan diberi perkerasan seluruh permukaannya.
c. Bila masih ada lebihnya, baru dialirkan ke dalam selokan-selokan kota.
Selain menghemat air bersih, cara seperti ini bisa mengurangi tingkat banjir. Karena selokan-selokan tidak akan dipenuhi air.
3. Material alam
Penggunaan material alam sangat direkomendasikan untuk dipakai karena akan lebih bersahabat kepada penggunanya. Di sinilah terungkapkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar antara material alam dengan material buatan manusia. Material alam yang merupakan karya Tuhan tidak meradiasikan panas dan tidak merefleksikan cahaya.
Contoh: daun pada pepohonan. Kita akan merasa sejuk berada di bawahnya. Berbeda dengan tenda ataupun material buatan manusia lainnya. Kita akan tetap merasa panas dan tidak nyaman.
Aplikasinya dalam berarsitektur, misalnya penggunaan cobbale stone pada bak kontrol. Selain dapat menyerap air, cobbale stone ini bisa ditumbuhi rumput. Dan rumput itulah yang membawa ‘ruh’ pada bak kontrol. Sehingga space berubah menjadi place. Space adalah ruang yang belum punya makna. Place adalah space yang telah memiliki kehidupan di dalamnya.
Intinya, seorang arsitek sebaiknya mendesain dengan menggunakan prinsip ekologi dan tidak melulu menggunakan hardscape.

Green architecture

Green architecture... ataupun sustainable architecture...punya makna yang sama...yaitu arsitektur berkelanjutan atau bangunan yang peduli terhadap lingkungan ....
Pengertian yang lebih luas berarti cara berpikir yang meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan dalam suatu perencanaan, proses pembangunan dan pengelolaan suatu hunian dan berupaya meningkatkan efisiensinya.

Apa saja pertimbangan untuk menjadi green architecture ??

Efisiensi energi, pengaturan secara efesien dari suatu hunian terhadap kebutuhan listrik, gas ataupun air yang diperlukannya. Hal ini berbanding lurus dengan ukurannya...artinya semakin besar hunian...semakin besar energi yang diperlukan, maka lay out tata ruang memiliki andil yang besar...... arsitek diharapkan bisa menangkap kebutuhan yang paling mendasar dari penghuni dan menyajikannya dalam desain yang terencana, sehingga tidak ada ruang-ruang yang terbuang dan terbengkalai......

Menciptakan energi sendiri belum cukup populer di Indonesia, mayoritas masih mengandalkan perusahaan listrik negara (PLN). Dalam jangka panjang...perencanaan hunian perlu terobosan untuk menciptakan listrik untuk rumah sendiri......sumber energi bisa diperoleh dari kondisi geografi tempat tinggal. Angin, panas matahari dan air, merupakan sebagian contoh sumber energi yang bisa diolah lebih lanjut......

Prioritaskan penggunaan material lokal, bahan alami dan bahan sisa pembangunan untuk merencanakan hunian, disamping masalah efisiensi juga membantu mengurangi sampah lingkungan.
Material lokal dan alami yang dapat digunakan al bambu, batako, batu gamping, batu kali, pasir pantai, dll.....yang dapat disertakan dalam perencanaan hunian.
Kayu dapat juga disertakan dengan pertimbangan kayu dari jenis yang pohon yang cepat pertumbuhannya, sehingga tidak merusak ekosistem.

Pengaturan sirkulasi udara, cahaya dan utilitas dengan upaya memanfaatkan kondisi alam semaksimal mungkin untuk kenyamanan hunian.......al :

Pencahayaan alami......mengacu pada arah mata angin, sehingga diperoleh pencahayaan yang maksimal. Untuk mendapatkan suhu yang nyaman dalam ruang, penempatan kanopi, tirai atau jenis barrier lainnya patut diperhatikan, sehingga penggunaan peralatan modern seperti AC dll yang menyedot banyak energi bisa diminimalisir atau dihindarkan.

Untuk memperoleh sirkulasi udara yang mengalir ..... perlu mengambil pelajaran dari teknik bangunan tempoe doeloe, yang berhasil mengatur aliran udara dan pencahayaan yang baik serta struktur bangunan yang kuat dan awet ....hingga sekarang.
Faktor yang mudah dilihat al karena ....tingginya ukuran plafond dan jendela, kemiringan atap yang relatif curam dan ketebalan dinding bangunan ....yang semuanya bertujuan pada kenyamanan dalam hunian.

Efisiensi dan perlindungan air tanah mulai diperhitungkan sejak perencanaan KDB/ Koefisien Dasar Bangunan yang dipersyaratkan.....sehingga masih memiliki ruang terbuka untuk penempatan sumur resapan, lubang biopri ataupun septik tank ramah lingkungan yang tidak mencemarkan lingkungan.

Penampungan air hujan dan air kotor dalam suatu hunian.....dipusatkan dalam sumur resapan, untuk menjaga kelestarian air tanah lingkungan sekitarnya. Sumur resapan dan lubang biopri prinsipnya memiliki tujuan yang sama, yaitu memudahkan air menyerap ke dalam tanah. Perbedaan terletak pada cara sistem kerjanya.

Penciptaan teknologi juga turut serta dalam green architecture al ;
Clever flush toilet.....yang mengeluarkan air lebih sedikit dari toilet pada umumnya, karena kecepatan air yang lebih kencang, pengolahan air llimbah/ kotoran sendiri sehingga tidak membebani saluran air lingkungan, penggunaan pipa saluran yang lebih sedikit sehingga lebih ekonomis....

Biological filter septik tank, yaitu septik tank produksi pabrik berbahan fiber glass yang sudah dilengkapi dengan penyaring biologis, dan dirancang khusus untuk tidak mencemari lingkungan, sehingga lebih hemat, praktis dan tahan lama.

Perlu kewaspadaan dalam pemilihan material modern dalam hunian....karena kandungan bahan-bahan yang tidak lolos uji kelayakan...dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan, salah satunya adalah VOC atau Volatile organic compounds , yang kerap digunakan dalam alas karpet, bahan finishing atau pun pelapis furniture dan cat dinding.

Penerapan dalam skala tata kota al ; berupaya mengkombinasikan penempatan ruang komersial, perumahan dan perkantoran agar memiliki akses untuk pejalan kaki, pengguna sepeda atau pun kendaraan umum, yang akhirnya dapat mereduksi polusi udara yang ditimbulkan.

Penghijauan tidak hanya diterapkan pada ruang-ruang publik saja, tetapi juga pada hunian itu sendiri, yang bertujuan mengoptimalkan penyerapan air dan memberikan nilai tambah bagi lingkungan sekitarnya.

Sabtu, 21 Mei 2011

Pendidikan Arsitektur

Salah satu hal penting berkaitan dengan rencana Undang-Undang Arsitek adalah kualitas pendidikan arsitektur. Disini saya kutip pedoman untuk pembuatan standar kualitas tersebut yang disiapkan oleh perserikatan asosiasi arsitek dunia Union of International Architects (UIA). Dengan mempelajari pedoman ini setidak-tidaknya kita akan mengetahui standar pendidikan arsitektur sekaligus kesepakatan aturan main dunia, hal yang kelak akan menjadi akses untuk pengakuan (akreditasi) dan prasyarat keahlian (kompetensi).
Ada 37 butir pengetahuan dasar (yang seharusnya dikuasai oleh) sarjana arsitektur. Basic knowledge for architecture graduates. Butir-butir ini dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu kelompok pengetahuan dasar yang cukup dikuasai setara dengan Awareness (be aware of), kelompok Understand (comprehensively understand) dan kelompok Ability (be able to do it).
Untuk mahasiswa dan sarjana baru arsitektur, pedoman ini bagus juga dipakai untuk mengukur kemampuan diri sendiri, dan bertanya kepada dosen bila ada pengetahuan yang tidak diajarkan …
1. Ketrampilan verbal (Verbal Skills)
Kemampuan untuk berbicara dan menulis secara efektif mengenai materi dalam kurikulum profesional.
2. Ketrampilan grafis (Graphic Skills)
Kemampuan untuk menggunakan media presentasi yang tepat, termasuk teknologi komputer, untuk menyampaikan pada setiap tahapan perancangan, unsur-unsur penting dalam program bangunan serta perancangan arsitektur dan urban.
3. Ketrampilan riset (Research Skills)
Kemampuan untuk melakukan metode dasar pengumpulan data dan analisis untuk menerangkan semua aspek pemrograman dan proses perancangan.
4. Ketrampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills)
Kemampuan untuk membuat analisa dan evaluasi menyeluruh dari sebuah bangunan, kompleks bangunan atau ruang urban.
5. Ketrampilan dasar merancang (Fundamental Design Skills)
Kemampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian ruang, struktur dan konstruksi ke dalam konsepsi dan pengembangan ruang interior dan exterior, unsur-unsur serta komponen bangunan.
6. Ketrampilan bekerjasama (Collaborative Skills)
Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengambil peran yang memaksimalkan bakat individual, dan kemampuan untuk bekerjasama dengan siswa-siswa lain ketika bekerja dalam suatu tim perancangan.
7. Perilaku manusia (Human Behavior)
Kepekaan terhadap teori dan metode pertanyaan yang bertujuan memperjelas hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan fisik.
8. Keragaman manusia (Human Diversity)
Kepedulian akan keragaman kebutuhan, nilai, etika, norma perilaku, serta pola sosial dan spasial yang membedakan berbagai kebudayaan, dan implikasi dari keragaman itu untuk peran sosial dan tanggungjawab arsitek.
9. Sejarah dan preseden (History and Precedent)
Kemampuan membuat rasionalisasi preseden bentuk dan program dan mampu menerapkannya pada konsep dan pengembangan proyek-proyek arsitektur dan urban.
10. Tradisi nasional dan lokal (National and Local Traditions)
Pemahaman tentang tradisi nasional dan warisan lokal regional dalam rancangan arsitektur, lansekap dan urban, termasuk tradisi vernakular.
11. Tradisi Timur (Eastern Traditions)
Pemahaman tentang aturan dan tradisi Timur dalam perancangan arsitektur, lansekap, dan urban, serta faktor cuaca, teknologi, sosioekonomi dan faktor-faktor lainnya yang telah membentuk dan mempertahankannya.
12. Tradisi Barat (Western Traditions)
Kepekaan terhadap keseragaman sekaligus keragaman aturan dan tradisi perancangan arsitektur dan urban di dunia Barat.
13. Pelestarian lingkungan (Environmental Conservation)
Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar ekologi dan tanggungjawab arsitek dalam hubungannya dengan pelestarian sumber daya dan lingkungan dalam perancangan arsitektur dan urban.
14. Aksesibilitas (Accessibility)
Kemampuan untuk merancang tapak dan bangunan untuk mengakomodasikan individu dengan kemampuan fisik yang bermacam-macam.
15. Kondisi tapak (Site Conditions)
Kemampuan untuk menjawab karakter alam dan lingkungan buatan pada tapak dalam pengembangan program dan perancangan proyek.
16. Sistim tata bentuk (Formal Ordering Systems)
Pemahaman tentang dasar-dasar persepsi visual dan prinsip-prinsip sistim tatanan pada rancangan dua dan tiga dimensi, komposisi arsitektur dan perancangan urban.
17. Sistim struktur (Structural Systems)
Pemahaman mengenai perilaku struktur dalam menahan gravitasi dan gaya-gaya lateral serta evolusi rentang dan penerapan yang tepat dari sistim struktur kontemporer.
18. Sistim penyelamatan pada bangunan (Building Life Safety Systems)
Pemahaman mengenai prinsip-prinsip dasar rancangan dan pemilihan sistim dan subsistim penyelamatan pada bangunan.
19. Sistim sampul bangunan (Building Envelope Systems)
Pemahaman tentang prinsip-prinsip rancangan sistim penutup luar bangunan.
20. Sistim lingkungan ruang bangunan (Building Environmental Systems)
Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar rancangan sistim struktur bangunan, sistem lingkungan, termasuk pencahayaan, akustik dan pengkondisian ruang serta pemakaian enerji.
21. Sistim pelayanan bangunan (Building Service Systems)
Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar rancangan sistim pelayanan bangunan, termasuk pemipaan, transportasi vertikal, komunikasi, keamanan dan perlindungan kebakaran.
22. Integrasi sistim-sistim bangunan (Building Systems Integration)
Kemampuan untuk menilai, memilih dan menyatukan sistim struktur, sistim penutup bangunan, sistim lingkungan, pelayanan dan penyelamatan, ke dalam suatu rancangan bangunan.
23. Tanggung jawab hukum (Legal Responsibilities)
Pemahaman tentang tanggung jawab hukum arsitek dalam kaitannya dengan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat; hak properti, aturan dalam zoning dan subdivisi; peraturan bangunan, aksesibilitas dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi rancangan bangunan, konstruksi dan praktek arsitektur.
24. Kepatuhan terhadap peraturan bangunan (Building Code Compliance)
Pemahaman tentang persyaratan dan peraturan bangunan, standar yang dapat diterapkan pada tapak tertentu, termasuk klasifikasi penggunaan, tinggi dan luasan bangunan yang diijinkan, tipe konstruksi yang diijinkan, persyaratan pemisahan, persyaratan penggunaan, alat evakuasi, perlindungan kebakaran dan struktur.
25. Bahan bangunan dan pemasangannya (Building Materials and Assemblies)
Pemahaman tentang prinsip-prinsip, konvensi, standar-standar, aplikasi dan batasan pembuatan, penggunaan dan pemasangan bahan-bahan bangunan.
26. Ekonomi bangunan dan pengendalian biaya (Building Economics and Cost Control)
Kepekaan terhadap dasar-dasar pembiayaan bangunan, ekonomi bangunan dan pengendalian biaya konstruksi dalam kerangka proyek perancangan.
27. Pengembangan detail rancangan (Detailed Design Development)
Kemampuan untuk menilai, memilih, menyusun dan merinci sebagai suatu bagian utuh perancangan, serta menyusun dengan tepat bahan dan komponen bangunan untuk memenuhi persyaratan program bangunan.
28. Dokumentasi grafis (Graphic Documentation)
Kemampuan untuk membuat deskripsi teknis yang akurat dan dokumentasi suatu proposal perancangan untuk tujuan penilaian dan konstruksi.
29. Perancangan menyeluruh (Comprehensive Design)
Kemampuan untuk menghasilkan sebuah proyek arsitektur diawali dengan program yang menyeluruh sejak rancangan skematik hingga pengembangan detail termasuk program ruang, sistim struktur dan lingkungan, perlengkapan penyelamatan, dinding-dinding dan elemen bangunan, serta untuk menilai hasil akhir proyek itu sesuai dengan kriteria perancangan.
30. Penyiapan program (Program Preparation)
Kemampuan untuk menyusun program komprehensif untuk proyek perancangan arsitektur, termasuk menilai kebutuhan pemberi tugas, telaah kritis mengenai presen bentuk, inventarisasi ruang dan persyaratan peralatan, definisi kriteria pemilihan tapak, analisa kondisi tapak, telaah hukum dan standar-standar yang berlaku, penilaian implikasi unsur-unsur tersebut terhadap proyek, serta definisi kriteria penilaian perancangan.
31. Konteks hukum praktik arsitektur (The Legal Context of Architecture Practice)
Kepekaan terhadap berkembangnya konteks hukum tempat arsitek berpraktek, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan registrasi profesional, kontrak jasa profesional serta pembentukan usaha jasa perancangan.
32. Organisasi dan manajemen praktek (Practice Organization and Management)
Kepekaan terhadap prinsip-prinsip dasar organisasi kantor, kepemimpinan, rencana usaha, pemasaran, negosiasi dan manajemen keuangan, sebagaimana dapat diterapkan pada praktek arsitektur.
33. Dokumentasi dan kontrak (Contracts and Documentation)
Kepekaan terhadap berbagai metode penyelesaian proyek, format kontrak jasa yang sesuai, dan tipe dokumentasi yang diperlukan untuk memberikan jasa profesional yang kompeten dan bertanggung jawab.
34. Pemagangan (Professional Internship)
Pemahaman mengenai peran permagangan dalam pengembangan profesional, serta hak-hak dan tanggung jawab silang antara pemagang dan pembimbing.
35. Penghayatan peran arsitek (Breadth of the Architect’s Role)
Kepekaan terhadap pentingnya peran arsitek dalam insepsi proyek perancangan dan pengembangan rancangan, administrasi kontrak, termasuk pemilihan dan koordinasi disiplin ilmu lain, evaluasi setelah penggunaan dan manajemen fasilitas.
36. Kondisi masa lalu dan akan datang (Past and Present Conditions for Architecture)
Pemahaman tentang perubahan-perubahan yang terjadi karena pengaruh sosial, politik, teknologi, dan ekonomi -masa lalu dan masa kini- atas peran arsitek terhadap lingkungan binaan.
37. Etika dan penilaian profesional (Ethics and Professional Judgement)
Kepekaan terhadap masalah etika dalam pengambilan keputusan yang profesional dalam praktek dan perancangan arsitektur.